Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2018

[CERPEN] Kaca Yang Berdebu (Dimuat di Koran Waspada, Minggu 19 Agustus 2018)

Gambar
Koran Waspada Edisi Minggu, 19 Agustus 2019 Versi Cetak Kaca Yang Berdebu Cerpen : Feby Farayola             Sudah cukup lama kaca pada jendela-jendela yang ada di rumah itu tidak dibersihkan, sehingga debu yang tebal menyelimuti. Marni bergegas mengambil kain dan cairan pembersih kaca untuk menghilangkan debu tersebut. Aktivitas tersebut selesai ketika senja membungkus langit.             Rumah yang ditempatinya itu adalah peninggalan kedua orang tuanya. Karena dirinya adalah anak tunggal, maka rumah tersebut diwariskan kepadanya. Banyak kenangan yang berceceran di setiap sudut rumah tersebut. Segala hal yang terdapat di rumah itu bagai saksi bisu setiap momen yang terlewat sejak dirinya kecil hingga kini. Tanpa terasa adzan magrib berkumandang. Marni memejamkan mata sembari merapalkan doa-doa perihal keinginan yang belum sempat terpenuhi. Sebab saat adzan ...

[Cerpen] Air Mata Terakhir (Dimuat di Koran Pikiran Rakyat, Minggu 26 Agustus 2018)

Gambar
Sumber Gambar : Kliping Sastra Air Mata Terakhir Oleh : Feby Farayola                         Laki-laki itu pernah berkata padaku bahwa dirinya tidak akan bisa menangis lagi. Sebab pasokan air matanya telah habis. Dalam hidupnya di kemudian hari nanti hanya akan ada bahagia. Ia tampak begitu yakin saat mengatakan hal tersebut.             “Bagaimana caramu menghabiskan air mata itu?” tanyaku padanya suatu ketika.             Laki-laki itu terdiam. Bukannya menjawab pertanyaanku, ia malah mengalihkan pembicaraan. Kalau sudah begini, jangan harap pertanyaanku barusan akan mendapat jawaban. Ini bukan kali pertama aku menanyakan hal tersebut. Tetapi, hingga detik ini hal tersebut masih berupa tanda tanya.        ...

[Cerpen] Puisi Di Wajahmu Yang Pagi (Dimuat di Koran Medan Pos, Minggu 26 Agustus 2018)

Gambar
Koran Medan Pos Edisi Minggu, 26 Agustus 2018 Versi Cetak Puisi Di Wajahmu yang Pagi Oleh : Feby Farayola             Sisa hujan yang turun di wajah Alyssa belum sepenuhnya menghilang. Hujan itu turun disertai dengan rasa sakit yang menghantam dadanya. Sebab, di pertandingan cerdas cermat kali ini dirinya harus kembali menelan kekalahan yang rasanya pahit sekali. Tidak hanya itu, bisikan-bisikan tajam dari murid-murid yang lain seolah mengiris hatinya.             Ternyata benar yang dikatakan mamanya. Orang-orang hanya bisa bekomentar ketika kita mengalami kegagalan. Kebanyakan mereka enggan merangkul ketika kita membuat kesalahan. Padahal orang-orang itu tidak mengerti perjuangan seperti apa yang telah dilakukan agar tidak bertemu dengan kegagalan dan kesalahan tersebut.             Alyssa berjalan me...