[CERPEN] Alyssa dan Mario (Dimuat di Koran Analisa, Minggu 4 Agustus 2019)









Alyssa dan Mario
Oleh : Feby Farayola



            Lagi-lagi Alyssa hanya mampu mengintip dari balik pintu ketika Mario lewat di depan kelasnya. Semenjak laki-laki itu tampil dalam lomba pidato di depan seluruh murid menjelang kenaikan kelas pada semester lalu, Alyssa mulai melakukan pengintian tersebut. Mulai dari mengintip dari balik pintu seperti yang baru saja dilakukannya, hingga datang langsung ke kelas Mario dengan alasan pura-pura meminjam buku pada seorang temannya yang kebetulan satu kelas dengan Mario.
            Banyak murid laki-laki yang pandai berpidato di sekolah tersebut. Banyak pula ditemui murid laki-laki yang multitalenta dan memiliki wajah lebih tampan dari Mario. Contohnya saja kak Edgar sang ketua osis. Selain jago basket dirinya juga ahli dalam bela diri. Atau Gabriel. Seorang murid yang dijuluki sebagai titisan Chairil Anwar yang handal meracik kata-kata indah dan juga mengubah gesekan-gesekan biola menjadi harmoni yang indah. Namun mereka semua tidak berhasil menarik perhatian cewek yang dikenal di sekolah karena cantik dan jago menggambar manga itu.
            “Kenapa harus Mario sih, Sa?” tanya Via. Teman satu meja Alyssa itu kerap jengkel melihat ulah temannya yang sudah seperti agen mata-mata.
            Menurut pengamatan Via, selama ini Alyssa tidak pernah bersikap seperti itu ke laki-laki manapun. Pernah satu kali ia pacaran dengan seorang kakak kelas yang bernama kak Jerry. Namun tidak sampai satu bulan hubungan mereka kandas. Sebab Alyssa sungkan jika harus menolak kak Jerry karena ia adalah salah satu senior yang disegani di sekolah.
            Alyssa berbalik menghadap Via dan kembali duduk di kursinya. Jam istirahat masih panjang. Namun dua gadis itu memilih berdiam diri di kelas karena telah membawa bekal.
            “Karena Mario gak tukang merayu,” jawab Alyssa.
            “Masa sih?” tanya Via dengan kening berkerut. “Memangnya kalian udah pernah ngobrol?”
            Sebuah ceritapun mengalir dari bibir Alyssa. Bahwasanya dirinya dan Mario ternyata mengikuti komunitas menggambar manga yang sama di kota itu. Selama ini Alyssa mengenal Mario sebagai sosok laki-laki yang tidak banyak berbicara. Namun itu adalah poin plus Mario di mata Alyssa. Dan siapa sangka, ketika ia berbicara di depan umum seperti pada lomba pidato kemarin pesonanya mengalahkan laki-laki manapun yang pernah Alyssa kenal.
            Alyssa sering merasa jengah pada laki-laki yang begitu mudahnya bermain dengan kata-kata dan melakukan pendekatan yang justru membuatnya geli. Pernah ada seorang anggota eksul pramuka yang berusaha mendekatinya. Suatu malam laki-laki itu meneleponnya dan berkata dengan nada genit, “Pacar kamu gak marah nih kan kalau aku telepon?” seketika itu juga sambungan telepon diputus oleh Alyssa.
            Pernah juga ada seorang anggota PMR berkaca mata tebal yang melakukan pendekatan dengan cara-cara yang memancing emosi. Laki-laki itu selalu memberi kejutan di loker Alyssa. Sayangnya, kejutan tersebut adalah sesuatu yang tidak membuatnya senang. Seperti misalnya lelaki itu menaruh sebuah kotak bekal berisi nasi goreng sea food. Sedangkan Alyssa alergi sea food. Di kemudian hari lelaki itu mengganti isi kotak bekal tersebut menjadi mie goreng super pedas. Sedangkan Alyssa tidak tahan pedas. Puncaknya laki-laki itu marah-marah dan memaksa Alyssa menerima pemberiannya. Mau pendekatan tapi kok emosian?
            “Jadi ceritanya Mario beda nih?” ledek Via. Alyssa hanya tersenyum-senyum.
            Sebenarnya Alyssa tidak tahu persis Mario adalah tipe laki-laki yang seperti apa. Namun sikap selama ini berhasil mencuri perhatian Alyssa.
            “Bukannya lebih seru kalau punya pacar yang humoris dan perhatian ya, Sa?” Via berkomentar.
            Memang benar yang dikatakan Via. Laki-laki yang humoris dan perhatian pasti jauh lebih menyenangkan. Namun sejauh ini laki-laki yang berhasil menarik perhatian Alyssa hanya Mario seorang. Jujur, Alyssa sangat ingin mengobrol panjang lebar dengan Mario. Bercerita mengenai apa saja yang bisa dibicarakan. Mungkin mengenai judul komik favorit, berbagi alasan mengapa tertarik menggambar manga, dan lain sebagainya. Namun hingga kini semua ini masih berupa angan-angan.
            ***
            Sore itu festival manga yang diadakan di kota tersebut baru saja berakhir. Acara dimulai dengan penampilan band lokal yang menyanyikan lagu-lagu jepang. Kebanyakan lagu yang dinyanyikan adalah original soundtrack film-film anime terkenal. Seperti misalnya One Piece, Cooking Mater Boy, Tokyo Mew Mew, dan lain-lain. Dilanjut dengan lomba menggambar manga dan lomba cosplay. Alyssa termasuk salah satu peserta di lomba menggambar manga. Di acara tersebut juga diadakan bazar komik dan bazar makanan. Pada perlomban waktu itu, Alyssa kembali mengantongi juara 1.
            Hujan deras yang turun dengan tiba-tiba menjebak Alyssa di sebuah halte. Sejak tadi tidak ada satupun bus yang lewat. Sialnya, sinyal sedang buruk sehingga ia tidak bisa memesan taksi online. Akhirnya Alyssa hanya bisa pasrah sambil menunggu hujan reda. Di sebelahnya seorang laki-laki yang mengenakan jaket tampak sedang asyik membaca sebuah komik. Tudung jaket tersebut membuat wajahnya tidak kelihatan sehingga Alyssa tidak mengetahui apakah dirinya mengenal laki-laki itu atau tidak. Tetapi sesaat kemudian Alyssa tersentak saat laki-laki itu melepas tudung jaketnya dan melihat ke arahnya. Laki-laki itu ternyata adalah Mario.
            Keadaan terasa canggung. Tidak ada sepatah kata yang terucap dari keduanya. Alyssa merasa jantungnya berdebar tidak karuan sehingga mulutnya tak kuasa berkata-kata walau hanya sekedar menyapa.
            “Selamat ya,” ucap Mario tiba-tiba yang membuat Alyssa kaget.
            “Ha? Apa?”
            “Selamat karena kamu berhasil menjadi juara satu. As always,” ucap Mario sambil tersenyum tipis. Ucapan terakhirnya membuat Alyssa kaget. Apakah itu berarti selama ini laki-laki itu memperhatikannya secara diam-diam?
            “Jangan kaget begitu. Aku cuek bukan berarti nggak perduli. Aku cuma nggak mau bilang cinta sebelum punya masa depan yang cerah.” Tanpa sadar sebaris kalimat itu diucapkan oleh Mario.
            Kekagetan Alyssa bertambah. Apakah itu berarti, ah tiba-tiba saja ia merasa ada taman bunga yang muncul di hatinya. Sedangkan Mario terlihat salah tingkah dengan wajah memerah.
            “Ternyata kamu bisa merayu juga ya?” Alyssa tersenyum geli.
            Kedua lalu larut dalam sebuah obrolan yang menyenangkan sembari membisikkan rahasia hati masing-masing pada hujan yang turun pada sore itu.
            ***
                                                                                   


Komentar

Postingan populer dari blog ini

[CERPEN] Nostalgia Lebaran (Dimuat di Koran Waspada, Minggu 8 Juli 2018)

[CERPEN] "Merah Putih di Atas Api" Dimuat di Koran Waspada Minggu, 13 Agustus 2017

[CERPEN ANAK] Terima Kasih Guruku (Dimuat di Rubrik Taman Riang Koran Analisa, Minggu 27 November 2016)